Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya

Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya - Assalamualaikum, apa kabar Sobat pembaca MUSLIM ISLAM , Kami harap kabar Sobat baik-baik saja dan selalu dalam lindunganNYA, Amin. Oya hari ini Muslim Islam akan mengupas informasi berjudul Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya, Tulisan kali ini kami masukkan dalam tag atau label Artikel Berita, Artikel Budaya, Artikel Fenomena, Artikel Islam, Artikel Islami, Artikel Kabar, Artikel Muslim, Artikel Portal Berita Islam, Artikel Ragam, Semoga saja uraian kami ini dapat menambah informasi untuk Sobat pembaca semuanya, baiklah, biar tidak terlalu lama, yuk langsung disimak saja.

Judul : Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya
link : Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya

Baca juga


Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya

ARRAHMAH.CO.ID - Karakter khas Nusantara itu tradisi dan budayanya sangat kuat. Sesuatu yang baru, tidak akan mudah menghilangkan budaya yang telah mengakar itu. Seperti halnya masuknya Islam di Nusantara.

Hal ini dibahasa oleh Dr. Khamami Zada, dalam kesempatan diskusi forum kajian Fiqh Nusantara di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu (9/9).

"Sehingga mau tidak mau, ketika Islam masuk, seberapa kuat Islam akan masuk secara murni, pasti akan tertolak dengan sendirinya. Sehingga keduanya pasti akan ketemu dengan saling melengkapi dan mengakomodasi", kata Khamami.

Itu bisa ditandai dengan penerapan hukum Islam di Kerajaan Aceh Darussalam pada abad 16. Ia mengatakan "Meskipun hukum Islam diterapkan di Aceh, tetap menghormati aspek budaya. Seperti berqurban dengan sapi. Karena tidak ada onta misalnya".

Dosen syiasah di Fakultas Syariah UIN Jakarta ini, lebih jauh menjelaskan tentang wajah politik di Nusantara abad 16-19, khususnya kerajaan Aceh Darussalam. Karena itulah kerjaan-kerajaan di Nusantara bersifat Integralistik, tapi tidak sama dengan kerajaan di Timur Tengah.

Yang dimaksud pengaruh budaya masyarakat, atau tidak murninya itu, bukan dalam arti luas atau dominan.
Jadi misalnya, ada hukuman mati dengan diinjak injak gajah, itu bukan berarti adat dan budaya Aceh seperti itu. Tapi lebih pada kepentingan penguasa.

Senada dengan Khamami, Zainul Milal Bizawie mengatakan "Kadang-kada penerapan hukum Islam ada kepentingan politik. Dan ternyata dampak paling nyata untuk masyarakat adalah karakter atau keadilan dari pemimpinnya. Bukan bagaimana hukumnya".

Artinya wajah Politik Aceh, hubungan agama dengan negara memiliki karakter tersendiri. Tidak sepenuhnya murni, tapi juga tetap mengakomodasi unsur budaya.



Terima kasih Sobat sudah berkenan membaca :

Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya

Kami rasa sudah cukup pembahasan Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya untuk hari ini, Moga saja apa yang sudah Sobat baca dapat menambah wawasan dan wacana. Kami selaku Admin memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan penulisan maupun kata-kata yang kurang berkenan, semoga kita dipertemukan di artikel berikutnya, Wassalamualaikum.

Baru saja selesai dibaca: Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya link sumber: https://musilmislam.blogspot.com/2017/09/dulu-penerapan-hukum-islam-di-kerajaan.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Dulu, Penerapan Hukum Islam di Kerajaan Aceh, Tetap Hormati Unsur Budaya"

Posting Komentar